Rabu, 24 Februari 2016

MEMAHAMI UNSUR-UNSUR HADITS
A. PENGERTIAN SANAD, MATAN, RAWI, MUKHARIJ HADITS

1. Sanad hadits

Kata sanad atau as-sanad menurut bahasa, dari sanada, yasnudu yang berati mutamad (sandaran/tempat bersandar, tempat berpegang, yang dipercaya atau yang sah). Dikatakan demikian karena, karena hadits itu bersandar kepadanya dan dipegangi atas kebenaranya.
Secara temionologis,difinisi sanad ialah: ”silsilah orang-orang yang mehubungkan kepada matan hadits”.

Silsilah orang maksudnya adalah susunan atau rangkaian orang-orang yang meyampaikan materi hadits tersebut, sejak yang disebut pertama sampai kepada Rasul SAW, yang perbuatan, perkataan, taqrir, dan lainya merupakan materi atau matan hadits. Dengan pegertian diatas maka sebutan sanad hanya berlaku pada serangkaian orang-orang bukan dilihat dari sudut pribadi secara perorangan.

2. Matan Hadits

Kata matan atau al-matan menurut bahasa berarti ma shaluba wa irtafa’amin al-aradhi(tanah yang meninggi). Secara temonologis, istilah matan memiliki beberapa difinisi, yang mana maknanya sama yaitu materi atau lafazh hadits itu sendiri. Pada salah satu definisi yang sangat sederhana misalnya, disebutkan bahwa matan ialah ujung atau tujuan sanad . Dari definisi diatas memberi pengertian bahwa apa yang tertulis setelah (penulisan) silsilah sanad adalah matan hadits.

Pada definisi lain seperti yang dikatakan ath-thibi mendifinisikan dengan :”lafazh-lafazh hadits yang didalamnya megandung makna makna tertentu”.
Jadi dari pegertian diatas semua, dapat kita simpulkan bahwa yang disebut matan ialah materi atau lafazh hadits itu sendiri, yang penulisannya ditempatkan setelah sanad dan sebelum rawi.

Penelitian Sanad dan Matan Hadits

Penelitian terhadap sanad dan matan hadits (sebagai dua unsur pokok hadits)sangat diperlukan, bukan karena hadits itu diragukan otentisitasnya. Penelitian ini dilakukan untuk meyaring unsur-unsur luar yang masuk kedalam hadits baik yang disegaja maupun yang tidak disegaja,baik yang sesuai dengan dalil-dalil naqli lainya atau tidak sesuai.maka dengan penelitian terhadap kedua unsur hadits diatas, hadits-hadits masa rasul SAW dapat terhindar dari segala yang megotorinya.

Faktor yang paling utama perlunya dilakuakan penelitian ini, ada dua hal yaitu: pertama, karena beredarnya hadits palsu (manudhu) pada kalangan masyarakat; kedua hadits-hadits tidak ditulis secara resmi pada masa rasul SAW (berbeda dengan al-quran), sehinga penulisan hanya bersifat individul (tersebar di tangan pribadi sahabat) dan tidak meyeluruh.

3. Rawi Hadits

Kata rawi atau arawi, berati orang yang meriwayatkan atau yang memberitakan hadits. Yang dimaksud dengan rawi ialah orang yang merawikan/meriwayatkan, dan memindahkan hadits.

Sebenarnya antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang hampir sama. Sanad-sanad hadits pada tiap-tiap thabaqah atau tingkatannya juga disebut para rawi. Begitu juga setiap perawi pada tiap-tiap thabaqah-nya merupakan sanad bagi yabaqah berikutnya. Akan tetapi yang membedakan kedua istilah diatas ialah, jika dilihat dari dalam dua hal yaitu:

Pertama
, dalam hal pembukuan hadits. Orang-orang yang menerima hadits kemudian megumpulkanya dalam suatu kitab tadwin disebut dengan rawi. Dengan demikian perawi dapat disebutkan dengan mudawwin, kemudian orang-orang yang menerima hadits dan hanya meyampaikan kepada orang lain, tanpa membukukannya disebut sanad hadits. Berkaitan dengan ini dapat disebutkan bahwa setiap sanad adalah perawi pada setiap tabaqagnya, tetapi tdak setiap perawi disebut sanad hadits karena ada perawi yang langsung membekukanya.

Kedua
: dalam penyebutan silsilah hadits, untuk susunan sanad, berbeda dengan peyebutan silsilah susunan rawi. Pada silsilah sanad, yang disebut sanad pertama adalah orang yang lasung meyampaikan hadits tersebut kepada penerimanya. Sedangkan pada rawi yang disebut rawi pertama ialah para sahabat Rasul SAW. Dengan demikian penyebutan silsilah antara kedua istilah ini merupakan sebaliknya. Artinya rawi pertama sanad terakhir dan sanad pertama adalah rawi terakhir.

Untuk lebih memperjelas uraian tentang sanad, matandan rawi di atas yang lebih lanjut pada hadits di bawah ini.
Abubakar bin Abi Syaibah dan Abukarib telah menceritakan (hadits) kepada kami yang diterimanya dari al-A’masy dari umara bin umair. Dari Abd ar-rahman bin yazi, dari Abdullah bin mas’ud katanya: ”Rasulullah SAW telah bersabda kepada kami: wahai sekalian pemuda barang siapa yang sudah mampu untuk melakukan pernikaha, maka menikahlah, karena dengan menikah itu(lebih dapat) menjaga kehormatan. Akan tetapi barang siapa yang belum mampu melakukannya, baginya hendaklah berpuasa. Karena dengan berpuasa itu dapat menahan hasrat seksual” [H.Ral-Bukhari dan Muslim].

Di sini dapat kita jelaskan bahwa:
Dari nama Abu Bakar bin abi syaibah sampai dengan Abdullah bin mas’ud merupakan silsilah atau rangkaian /susunan orang-orang yang meyampaikan hadits. Itu semua adalah sanad hadits tersebut, yang juga sebagai jalan matan.

Dan mulai kata “wahai sekalian pemuda sampai degan berpuasa dapat menahan hasrat seksual” adalah matan, materi atau lafaz hadits tersebut yang mengandung makna.

4. Takhrij Hadits

Pegertian menurut bahasa, Kata “takrhij” dari kata kharaja,yakharruju,yang secara bahasa mempunyai bermacam-macam arti. Menurut mahmud ath-tahhan,asal kata takhrij ialah;”berkumpulnya dua hal yang bertentangan dalam satu persoalan”.

Pegertian secara terminologi, 
Menurut Mahmud ath-tahhan pegertian takhrij adalah, “Petunjuk tentang tempat atau letak hadits pada sumber aslinya, yang diriwayatkan dengan meyebutkan sanadnya, kemudian di jelaskan martabat atau kedudukanya manakala di perlukan.”

Bedasarkan definisi diatas, maka men-takhrij berati melakukan dua hal:

Pertama, berusaha menemukan para penulis hadits itu sendiri dengan rangkaian silsilah sanad-nya.
Kedua, memberikan penilaian kulitas hadits apakah hadits tersebut itu shahih atau tidak.

Ilmu thakrij merupakan bagian dari ilmu agama yang perlu dipelajari dan dikuasai, sebab di dalamnya dibicarakan tentang berbagai kaidah untuk megetahui darimana sumber hadits itu berasal, selain itu didalamnya ditemukan bayak kegunaan dan hasil yang diperoleh khusunya dalam menentukan kualitas sanad hadits.

a. Gelar keahlian bagi imam hadits
Mengingat jasa dan usaha para ulama hadits yang sangat besar dalam upaya pembinaan dan pengembangan hadits, kepada mereka diberikan laqab atau gelar-gelar tertentu, baik itu mereka yang ada pada thabaqah pertama, kedua, ketika, dan seterusnya. Gelar itu antara lain ialah:
  1. Al-muhaddits, merupakan gelar untuk ulama yang meguasai hadits, baik dari sudut ilmu riayah maupun di rayah, mampu membedakan hadits dha’if dari yang sahih, meguasai hadits-hadits yang mukthalif dan hallain yang berkaitan dengan ilmu hadits.
  2. Amir al-mu’minin fi al-hadits, merupakan gelar bagi ulama ahli hadits termasyhur pada masanya, yang memiliki keistimewaan hafalan dan pegetahuan dalam bidang ilmu hadits (baik terhadap matan atau sanadnya). Gelar ini diberikan di antaranya kepada syu’bah bin al-hajjaj, sufyan ats-tsauri, ishak ibn ruhawaih, malik bin anas, ahmad bin hanbal, al-bukhari, ad-daruquthni, az zahabi, dan ibn hajar al-asqalani.
  3. Al-hakim, merupakan gelar untuk ulama yang dapat meguasai seluruh hadits, baik dari sudut matan dan sanadnya jarh dan ta’dil-nya, maupun tariknya, ulama yang dapat gelar seperti ini, ialah Ibnu Dinar, Al-laits, dan Asy-syafi’i.
  4. Al-Hujjah, merupakan gelar untuk ulama yang dapat menghafal sekitar 300.000 hadits beserta keadaan sanadnya. Diantara ulama yang mendapat gelar ini Muhammad ibn Abdullah ibn Amir.
  5. Al- Hafizh merupakan gelar untuk ulama yang memiliki sifat-sifat seorang Muhaddis. Ulama yang dapat gelar Al-Hafizh adalah yang dapat menghafal dan menguasai 100.000 hadits, baik matan maupun sanadnya, meskipun dengan jalan sanad yang berbilang, juga mengetahui hadits sahih dan ilmu haditsnya. Menurut Al-Mizzi, gelar al-hafizh ialah untuk ulama yang kadar lupanya sedikit daripada yang ingatannya. 
Selain gelar Al-Hafizh, ada juga gelar Hafizh Hujjah, dua gelar disatukan. Gelar ganda ini diberikan untuk ulama yang menguasai hadits lebih dari 100.000 sampai dengan 300.000 hadits.

b. Istilah-istilh kumpulan periwayat
Hadits-hadits yang diriwayatkan dan dihimpun oleh para mudawwin satu dengan yang lainya tidak sama , sehingga bisa jadi sesuatu hadits diriwayatkan oleh satu,dua,atau tiga perawi, bisa jadi pula hadits lainya hanya diriwayatkan oleh satu perawi.berkaitan dengan ini, maka muncul istilah-istilah atau sebutan-sebutan dalam periwayatan hadits antara lain:
  1. akhrajahu syaikhani: hadits tersebaut diriwayatkan oleh kedua perawi hadits (al-bukhari dan muslim)
  2. akhrajahu shalasah: hadits tersebut diriwayatkan oleh tiga perawi hadits(abu daud,at-turmidzi, dan an nasa’i)
  3. akhrajahu arba’atun: hadits tersebut diriwayatkan oleh empat perawi (abu daud,at-turmidzi,an-nasa’i, dan ibn-majah)
  4. akhrajahu khamsatun: hadits tersebut diriwayatkan oleh (abu daud, at-turmidzi, an-nasa’i,ibn majah, dan ahmad)
  5. akhrajahu sit’tatun: hadits tersebut diriwayatkan oleh(al-bukhari,muslim,abu daud, at turmidzi, an nasa’i, dan ibnu majah)
  6. akhrajahu sab’atun: hadits tersebut diriwayakan oleh(al-bukhari, muslim, abu-daud, at-turmidzi, an-nasai, ibn majah, ahmad)
  7. akhrajahu jama’atan: hadits tersebut diriwayatkan oleh banyak ulama hadits

Senin, 22 Februari 2016

memahami unsur-unsur hadis





MEMAHAMI UNSUR-UNSUR HADITS
A. PENGERTIAN SANAD, MATAN, RAWI, MUKHARIJ HADITS

1. Sanad hadits

Kata sanad atau as-sanad menurut bahasa, dari sanada, yasnudu yang berati mutamad (sandaran/tempat bersandar, tempat berpegang, yang dipercaya atau yang sah). Dikatakan demikian karena, karena hadits itu bersandar kepadanya dan dipegangi atas kebenaranya.
Secara temionologis,difinisi sanad ialah: ”silsilah orang-orang yang mehubungkan kepada matan hadits”.

Silsilah orang maksudnya adalah susunan atau rangkaian orang-orang yang meyampaikan materi hadits tersebut, sejak yang disebut pertama sampai kepada Rasul SAW, yang perbuatan, perkataan, taqrir, dan lainya merupakan materi atau matan hadits. Dengan pegertian diatas maka sebutan sanad hanya berlaku pada serangkaian orang-orang bukan dilihat dari sudut pribadi secara perorangan.

2. Matan Hadits

Kata matan atau al-matan menurut bahasa berarti ma shaluba wa irtafa’amin al-aradhi(tanah yang meninggi). Secara temonologis, istilah matan memiliki beberapa difinisi, yang mana maknanya sama yaitu materi atau lafazh hadits itu sendiri. Pada salah satu definisi yang sangat sederhana misalnya, disebutkan bahwa matan ialah ujung atau tujuan sanad . Dari definisi diatas memberi pengertian bahwa apa yang tertulis setelah (penulisan) silsilah sanad adalah matan hadits.

Pada definisi lain seperti yang dikatakan ath-thibi mendifinisikan dengan :”lafazh-lafazh hadits yang didalamnya megandung makna makna tertentu”.
Jadi dari pegertian diatas semua, dapat kita simpulkan bahwa yang disebut matan ialah materi atau lafazh hadits itu sendiri, yang penulisannya ditempatkan setelah sanad dan sebelum rawi.

Penelitian Sanad dan Matan Hadits

Penelitian terhadap sanad dan matan hadits (sebagai dua unsur pokok hadits)sangat diperlukan, bukan karena hadits itu diragukan otentisitasnya. Penelitian ini dilakukan untuk meyaring unsur-unsur luar yang masuk kedalam hadits baik yang disegaja maupun yang tidak disegaja,baik yang sesuai dengan dalil-dalil naqli lainya atau tidak sesuai.maka dengan penelitian terhadap kedua unsur hadits diatas, hadits-hadits masa rasul SAW dapat terhindar dari segala yang megotorinya.

Faktor yang paling utama perlunya dilakuakan penelitian ini, ada dua hal yaitu: pertama, karena beredarnya hadits palsu (manudhu) pada kalangan masyarakat; kedua hadits-hadits tidak ditulis secara resmi pada masa rasul SAW (berbeda dengan al-quran), sehinga penulisan hanya bersifat individul (tersebar di tangan pribadi sahabat) dan tidak meyeluruh.

3. Rawi Hadits

Kata rawi atau arawi, berati orang yang meriwayatkan atau yang memberitakan hadits. Yang dimaksud dengan rawi ialah orang yang merawikan/meriwayatkan, dan memindahkan hadits.

Sebenarnya antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang hampir sama. Sanad-sanad hadits pada tiap-tiap thabaqah atau tingkatannya juga disebut para rawi. Begitu juga setiap perawi pada tiap-tiap thabaqah-nya merupakan sanad bagi yabaqah berikutnya. Akan tetapi yang membedakan kedua istilah diatas ialah, jika dilihat dari dalam dua hal yaitu:

Pertama
, dalam hal pembukuan hadits. Orang-orang yang menerima hadits kemudian megumpulkanya dalam suatu kitab tadwin disebut dengan rawi. Dengan demikian perawi dapat disebutkan dengan mudawwin, kemudian orang-orang yang menerima hadits dan hanya meyampaikan kepada orang lain, tanpa membukukannya disebut sanad hadits. Berkaitan dengan ini dapat disebutkan bahwa setiap sanad adalah perawi pada setiap tabaqagnya, tetapi tdak setiap perawi disebut sanad hadits karena ada perawi yang langsung membekukanya.

Kedua
: dalam penyebutan silsilah hadits, untuk susunan sanad, berbeda dengan peyebutan silsilah susunan rawi. Pada silsilah sanad, yang disebut sanad pertama adalah orang yang lasung meyampaikan hadits tersebut kepada penerimanya. Sedangkan pada rawi yang disebut rawi pertama ialah para sahabat Rasul SAW. Dengan demikian penyebutan silsilah antara kedua istilah ini merupakan sebaliknya. Artinya rawi pertama sanad terakhir dan sanad pertama adalah rawi terakhir.

Untuk lebih memperjelas uraian tentang sanad, matandan rawi di atas yang lebih lanjut pada hadits di bawah ini.
Abubakar bin Abi Syaibah dan Abukarib telah menceritakan (hadits) kepada kami yang diterimanya dari al-A’masy dari umara bin umair. Dari Abd ar-rahman bin yazi, dari Abdullah bin mas’ud katanya: ”Rasulullah SAW telah bersabda kepada kami: wahai sekalian pemuda barang siapa yang sudah mampu untuk melakukan pernikaha, maka menikahlah, karena dengan menikah itu(lebih dapat) menjaga kehormatan. Akan tetapi barang siapa yang belum mampu melakukannya, baginya hendaklah berpuasa. Karena dengan berpuasa itu dapat menahan hasrat seksual” [H.Ral-Bukhari dan Muslim].

Di sini dapat kita jelaskan bahwa:
Dari nama Abu Bakar bin abi syaibah sampai dengan Abdullah bin mas’ud merupakan silsilah atau rangkaian /susunan orang-orang yang meyampaikan hadits. Itu semua adalah sanad hadits tersebut, yang juga sebagai jalan matan.

Dan mulai kata “wahai sekalian pemuda sampai degan berpuasa dapat menahan hasrat seksual” adalah matan, materi atau lafaz hadits tersebut yang mengandung makna.

4. Takhrij Hadits

Pegertian menurut bahasa, Kata “takrhij” dari kata kharaja,yakharruju,yang secara bahasa mempunyai bermacam-macam arti. Menurut mahmud ath-tahhan,asal kata takhrij ialah;”berkumpulnya dua hal yang bertentangan dalam satu persoalan”.

Pegertian secara terminologi, 
Menurut Mahmud ath-tahhan pegertian takhrij adalah, “Petunjuk tentang tempat atau letak hadits pada sumber aslinya, yang diriwayatkan dengan meyebutkan sanadnya, kemudian di jelaskan martabat atau kedudukanya manakala di perlukan.”

Bedasarkan definisi diatas, maka men-takhrij berati melakukan dua hal:

Pertama, berusaha menemukan para penulis hadits itu sendiri dengan rangkaian silsilah sanad-nya.
Kedua, memberikan penilaian kulitas hadits apakah hadits tersebut itu shahih atau tidak.

Ilmu thakrij merupakan bagian dari ilmu agama yang perlu dipelajari dan dikuasai, sebab di dalamnya dibicarakan tentang berbagai kaidah untuk megetahui darimana sumber hadits itu berasal, selain itu didalamnya ditemukan bayak kegunaan dan hasil yang diperoleh khusunya dalam menentukan kualitas sanad hadits.

a. Gelar keahlian bagi imam hadits
Mengingat jasa dan usaha para ulama hadits yang sangat besar dalam upaya pembinaan dan pengembangan hadits, kepada mereka diberikan laqab atau gelar-gelar tertentu, baik itu mereka yang ada pada thabaqah pertama, kedua, ketika, dan seterusnya. Gelar itu antara lain ialah:
  1. Al-muhaddits, merupakan gelar untuk ulama yang meguasai hadits, baik dari sudut ilmu riayah maupun di rayah, mampu membedakan hadits dha’if dari yang sahih, meguasai hadits-hadits yang mukthalif dan hallain yang berkaitan dengan ilmu hadits.
  2. Amir al-mu’minin fi al-hadits, merupakan gelar bagi ulama ahli hadits termasyhur pada masanya, yang memiliki keistimewaan hafalan dan pegetahuan dalam bidang ilmu hadits (baik terhadap matan atau sanadnya). Gelar ini diberikan di antaranya kepada syu’bah bin al-hajjaj, sufyan ats-tsauri, ishak ibn ruhawaih, malik bin anas, ahmad bin hanbal, al-bukhari, ad-daruquthni, az zahabi, dan ibn hajar al-asqalani.
  3. Al-hakim, merupakan gelar untuk ulama yang dapat meguasai seluruh hadits, baik dari sudut matan dan sanadnya jarh dan ta’dil-nya, maupun tariknya, ulama yang dapat gelar seperti ini, ialah Ibnu Dinar, Al-laits, dan Asy-syafi’i.
  4. Al-Hujjah, merupakan gelar untuk ulama yang dapat menghafal sekitar 300.000 hadits beserta keadaan sanadnya. Diantara ulama yang mendapat gelar ini Muhammad ibn Abdullah ibn Amir.
  5. Al- Hafizh merupakan gelar untuk ulama yang memiliki sifat-sifat seorang Muhaddis. Ulama yang dapat gelar Al-Hafizh adalah yang dapat menghafal dan menguasai 100.000 hadits, baik matan maupun sanadnya, meskipun dengan jalan sanad yang berbilang, juga mengetahui hadits sahih dan ilmu haditsnya. Menurut Al-Mizzi, gelar al-hafizh ialah untuk ulama yang kadar lupanya sedikit daripada yang ingatannya. 
Selain gelar Al-Hafizh, ada juga gelar Hafizh Hujjah, dua gelar disatukan. Gelar ganda ini diberikan untuk ulama yang menguasai hadits lebih dari 100.000 sampai dengan 300.000 hadits.

b. Istilah-istilh kumpulan periwayat
Hadits-hadits yang diriwayatkan dan dihimpun oleh para mudawwin satu dengan yang lainya tidak sama , sehingga bisa jadi sesuatu hadits diriwayatkan oleh satu,dua,atau tiga perawi, bisa jadi pula hadits lainya hanya diriwayatkan oleh satu perawi.berkaitan dengan ini, maka muncul istilah-istilah atau sebutan-sebutan dalam periwayatan hadits antara lain:
  1. akhrajahu syaikhani: hadits tersebaut diriwayatkan oleh kedua perawi hadits (al-bukhari dan muslim)
  2. akhrajahu shalasah: hadits tersebut diriwayatkan oleh tiga perawi hadits(abu daud,at-turmidzi, dan an nasa’i)
  3. akhrajahu arba’atun: hadits tersebut diriwayatkan oleh empat perawi (abu daud,at-turmidzi,an-nasa’i, dan ibn-majah)
  4. akhrajahu khamsatun: hadits tersebut diriwayatkan oleh (abu daud, at-turmidzi, an-nasa’i,ibn majah, dan ahmad)
  5. akhrajahu sit’tatun: hadits tersebut diriwayatkan oleh(al-bukhari,muslim,abu daud, at turmidzi, an nasa’i, dan ibnu majah)
  6. akhrajahu sab’atun: hadits tersebut diriwayakan oleh(al-bukhari, muslim, abu-daud, at-turmidzi, an-nasai, ibn majah, ahmad)
  7. akhrajahu jama’atan: hadits tersebut diriwayatkan oleh banyak ulama hadits